Friday, January 20, 2012

BAB 9 "TEORI-TEORI KONSELING"


Teori-Teori yang Berelevansi bagi Konseling di Institusi Pendidikan

  1. Client-Centered Counseling
    Client-centered counseling dideskripsikan sebagai konseling yang memiliki corak konseling yang menekankan peranan konseli sendiri dalam konseling. Corak konseling ini berpijak kepada beberapa keyakinan dasar tentang martabat manusia dan hakikat kehidupan manusia.
    Untuk memudahkan dan memperlancar proses yang berlangsung dalam diri konseli, konselor menciptakan beberapa kondisi yang mendukung. Di pihak konselor kondisi-kondisi itu adalah: menunjukkan penerimaan dan penghargaan tanpa syarat (unconditional positive regard); pemahaman terhadap apa yang diungkapkan oleh konseli sesuai dengan kerangka acuan konseli sendiri (phenomenal field), seolah-olah konselor mengenakan kepribadian konseli (emphatic understanding); penerimaan, penghargaan, dan pemahaman itu dapat dikomunikasikan kepada konseli dalam suasana interaksi pribadi yang mendalam, sehingga konseli merasakan semua itu sungguh-sungguh ada; kejujuran, keikhlasan, dan keterbukaan mengenai apa yang dihayati oleh konselor sendiri tentang konseli (counselor congruence).
    Perubahan yang dituju dalam client-centered counseling ini adalah perubahan konsep diri, supaya lebih sesuai dengan pengalaman nyata yang dihadapi.

  2. Trait-Factor Counseling
    Berlawanan dengan pendekatan client-centered counseling, pendekatan ini lebih berfokus pada peran konselor dalam membimbing konseli agar masalah konseli dapat teratasi.
    Konseling didasarkan atas keyakinan bahwa setiap individu memiliki trait tertentu dan setiap pekerjaan memiliki kualifikasi kepribadian (trait) tertentu. Konseling ini terkadang menggunakan tes psikologis untuk menganalisis atau mendiagnosa seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu program studi. Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam membantu siswa menentukan jurusan atau studi tertentu.


  3. Konseling Behavioristik
    Tujuan dari proses konseling adalah mengubah perilaku bermasalah dengan belajar perilaku yang tepat. Masalah yang diungkapkan oleh konseli berupa B, sehingga konselor mengajak konseli mengidentifikasi A dan C yang belum diketahui (A : kejadian yang mendahului suatu perilaku dan C : efek positif apa yang diperoleh dari melakukan suatu perilaku).

  4. Rational-Emotive Therapy
    Fokus utama dari pendekatan ini adalah bagaimana mengubah pikiran irasional menjadi rasional dikarenakan masalah konseli timbul akibat keyakinan-keyakinan yang irasional, yang akhirnya menimbulkan reaksi perasaan yang tidak wajar dan tingkah laku yang tidak sesuai. Konselor RET memusatkan perhatiannya pada masa sekarang dan tidak begitu mempedulikan apa yang terjadi di masa yang lampau.

  5. Konseling Eklektik
    Konseling eklektik merupakan konseling yang menerapkan beberapa pendekatan konseling. Konselor yang berpegang pada konseling eklektik berpendapat bahwa mengikuti satu orientasi teoritis serta menerapkan satu pendekatan saja terlalu membatasi ruang gerak konselor; sehingga mereka ingin menggunakan variasi dalam pendekatan dengan tujuan agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing konseli dan ciri khas masalah yang dihadapi.

No comments:

Post a Comment